KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi adalah tokoh ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah berpengaruh. Melalui Jam’iyyah Al-Khidmah, beliau membimbing umat Islam agar senantiasa mendekatkan diri kepada Allah. Kebanyakan jamaah Al-Khidmah adalah pengikut Thariqat Qadiriyyah Wa Naqsyabandiyah.
KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi lahir di Surabaya pada 17 Agustus 1951. Ayah beliau, KH. M. Utsman Al Ishaqi, adalah seorang Mursyid Thariqah Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah. Secara nasab, beliau masih keturunan salah satu Walisongo, yaitu Sunan Giri. Sunan Giri adalah putera Maulana Ishaq yang nasabnya terhubung dengan Sayyid Ahmad bin Isa Al-Muhajir, keturunan Rasulullah saw. di Hadramaut, Yaman, kakek moyang para habaib di Indonesia.
Kiai Asrori belajar di sejumlah pesantren seperti:
PP. Darul Ulum, Peterongan Jombang, Jawa Timur.
PP. Al-Hidayah, Pare, Kediri, Jawa Timur.
PP. Al-Munawir Jogjakarta
PP. Buntet, Cirebon, Jawa Barat.
Berdakwah adalah kegemarannya sejak muda. Setelah selesai mesantren beliau berdakwah di tengah komunitas anak jalanan. Kiai Asrori mengajak mereka agar menjadikan hidupnya lebih bermanfaat serta lebih dekat kepada Allah. Karena mereka lebih senang beraktifitas pada malam hari, beliau menamakan komunitasnya dengan nama Geng “Orong-orong”. Serangga yang biasanya hanya keluar pada waktu malam hari. Kiai Asrori menyadarkan mereka melalui zikir dan manaqib. Secara rutin.
Pada tahun 1983, Kiai Asrori mendirikan Mushollah di daerah Kedinding, Surabaya Utara. Lima tahun berikutnya, tepatnya pada tahun1988, beliau mendirikan PP. Al-Fithrah. Pesantren ini menggabungkan pendidikan keagamaan dan umum.
Pada tahun 2005, Kiai Asrori meresmikan berdirinya Jam’iyyah Al-Khidmah sebagai wadah kegiatan penganut Thariqah Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah. Jamaahnya berasal dari berbagai kalangan dan dari berbagai daerah. Bahkan ada yang berasal dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darus Salam, dan Australia. Melalui Jam’iyyah Al-Khidmah, beliau menjadikan Thariqat sebagai komunitas yang terbuka/inklusif untuk siapa saja. Tidak seperti kesan Thariqah selama ini yang cenderung tertutup.
Kiai Asrori adalah ulama, habaib, mursyid, dan nasionalis pengayom masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Al-Khidmah selalu mengumpulkan tokoh-tokoh nasional, baik politikus, ormas, militer maupun sipil. Pada tahun 80-an, Thariqat terkotak-kota dalam pusaran politik praktis. Bahkan pengikutnya seringkali memusuhi pengikut thariqat yang mursyidnya mengikuti partai politik yang berbeda. Melalui Al-Khidmah, Kiai Asrori merangkul semua anak bangsa. Dari elit parpol hingga masyarakat pinggiran. Nasionalisme Kiai Asrori di antaranya ditunjukkan dalam kata sambutan di gebang pesantren Al-Fithrah. Di sana ditulis, “Dirgahayu Indonesia. Damai, damai dan damailah.”